Rabu, 28 Mei 2014

Konflik Siulak Mukai dengan Siulak Gedang Part I



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kerinci merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jambi, terletak di daerah perbatasan antara Provinsi Jambi dengan Provinsi Sumatera Barat. Pengaruh letak geografis menimbulkan terjadinya asimilasi dalam kehidupan sosial masyarakat Kerinci, yakni budaya dari Sumatera Barat, budaya Jambi, dan budaya Kerinci sebagai budaya asli. Siulak merupakan salah satu dari daerah Kabupaten Kerinci yang merasakan asimilasi dari kebudayaan Sumatera Barat, Kebudayaan Jambi, dan kebudayaan asli kerinci.
Menurut Soerjono Soekanto (2009: 152) Kebudayaan dalam masyarakat menentukan struktur sosial dalam lingkungan hidup masyarakat. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model atau pola bagi kelakuan, berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam kehidupan sosial masyarakat melalui beraneka ragam corak pranata-pranata sosial.
Siulak terbagi dalam tiga wilayah y














akni, wilayah Siulak Mukai, Siulak Gedang, Siulak Panjang. Struktural adat istiadat  wilayah Siulak dipimpin oleh seorang Depati, wilayah Siulak Mukai, Siulak Gedang, dan Siulak Panjang berada dalam satu rumpun yang di kenal dengan Tigo Lurah Tanah Sekudung.
Menurut Qadri (1985: 36) Masing-masing Depati memiliki gelar, yakni:
a)      Pertama bergelar Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo di Siulak Panjang (Sekretaris);
b)      Kedua bergelar Depati Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang (Bendahara);
c)      Ketiga bergelar Depati Intan di Siulak Mukai (Ketua).
Tigo Lurah Tanah Sekudung berada dalam satu adat yang merupakan pedoman dan pegangan hidup masyarakat Siulak, yaitu Adat Bersendi Syarak, Syarak yang Bersendi Kitabullah, Syarak yang Mengato Adat yang Memakai, tersusun dalam suatu undang-undang adat yang dipakai oleh Depati Tigo Lurah Siulak.
Peranan adat sangatlah besar dalam kehidupan bermasyarakat di daerah Tigo Lurah Tanah Sekudung, adat sebagai pedoman, penengah dalam bermusyawarah untuk menyelesaikan masalah-masalah masyarakat Siulak. untuk melestarikan adat istiadat, pemuka-pemuka adat mengadakan musyawarah adat Triwulan[1] (tiga bulan) satu kali.
Peranan adat mulai memudar diakibatkan oleh: (1) Aparat penegak hukum pemerintahan yang mengambil alih dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, sehingga sistem hukum adat kurang ditegakkan; (2) perubahan (modrenisasi), sehingga pelestarian tentang adat sangat kurang, terutama dikalangan remaja; (3) Musyawarah Triwulan tidak lagi dilaksanakan[2].
Kehidupan masyarakat Siulak Mukai terdapat sebuah tradisi, yang dinamakan Tradisi Tanah Beludai.[3] Tradisi yang unik ini merupakan salah satu bentuk akulturasi kepercayaan Hindu dengan kepercayaan masyarakat setempat. Tradisi dilakukan setelah panen padi (padi yang umurnya sampai satu tahun untuk panen), dengan adanya Tradisi Tanah Beludai diyakini akan membawa berkah terhadap hasil panen padi yang melimpah untuk selanjutnya[4].
Tradisi Tanah Beludai membentuk watak dan karakter dari masyarakat Siulak Mukai, masyarakat Siulak Mukai merasa bahwa ras Siulak Mukai merupakan ras yang unggul, merasa yang terbaik, terkuat, terhebat, dan tidak ada tandingannya, sehingga membuat adanya In-Group dan Out-Group[5] dalam kehidupan masyarakat Siulak
In-Group dan Out Group yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Desa Siulak Gedang yaitu Anak Brang Dengan Anak Brang Ini[6]. Kecendrungan untuk menganggap kelompoknya sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan dengan kelompok lain, sehingga sering menimbulkan ejekan, perkelahian terhadap  kelompok lain.
Setiap perkelahian antara pemuda Siulak Mukai dengan Siulak Gedang maupun sebaliknya perkelahian antara pemuda Siulak Gedang dengan Siulak Mukai, sangat sedikit penyelesaian masalah perkelahian ini diselesaikan oleh aparat penegak hukum maupun secara kekeluargaan sehingga menimbulkan dendam bagi pemuda-pemuda desa yang merasa teraniaya.
Dendam yang membara membuat konflik sangat mudah terjadi, meskipun dimulai melalui perantara masalah-masalah yang kecil, yang bisa mengakibatkan konflik antar desa, seperti yang terjadi di antara daerah Siulak Mukai dengan Siulak Gedang pada tahun 2006 yang bermula dari adanya pertikaian antara tukang ojek yang memperebutkan masalah penumpang dan pangkalan ojek, Pertikaian itu seperti minyak untuk membakar dendam yang sudah lama terpendam.
Konflik yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang didasari oleh beberapa hal, seperti (1) Peran adat istiadat yang sangat di hormati oleh masyarakat Siulak sudah berkurang, berkurangnya peran adat membuat hukum adat tidak lagi disegani di masyarakat karena sudah diganti dengan hukum  dari pemerintahan yang sudah ditetapkan; (2) Sebuah tradisi membawa dampak perubah terhadap pemikiran masyarakat, perilaku masyarakat, dan watak masyarakat, sehingga menimbulkan adanya pembentukan pengelompokkan dalam masyarakat in-group dan out-group yang berdampak timbulnya perpecahan dalam masyarakat Siulak.
Memang Konflik antara Desa Siulak Gedang dan Siulak Mukai ini sudah pernah ditulis oleh Sadli Kalfano mahasiswa FIS Universitas Andalas (jurusan Antropologi), tulisan ini dari tema dapat dikatakan sama dengan penelitian yang hendak penulis lakukan. Perbedaannya penelitian ini dengan yang akan penulis teliti yakni terletak pada latar belakang yang berbeda, latar belakang yang dikemukakan oleh Sadli Kalfano merupakan latar belakang peristiwa serta pembahasan tentang konflik secara garis besar, dan fokus bahasannya terletak pada kajian antropologi (adat-istiadat).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas masalah tersebut kedalam penelitian dengan judul “Konflik  Masyarakat Siulak Mukai Dengan Siulak Gedang Kecamatan Gunung Kerinci Provinsi Jambi Tahun 2006-2013”.
B.     Batasan dan Rumusan Masalah
1.      Batasan Masalah
Untuk batasan dari penelitian dan penulisan maka penulis mengambil batasan dari dua sudut pandang :
Batasan spatial dari penelitian ini adalah seluruh wilayah Kecamatan Gunung Kerinci, yang terdiri masyarakat di Siulak Mukai (Kecamatan Siulak mukai sekarang ini) yang terlibat dalam konflik. Masyarakat Siulak Gedang dan sekitarnya yang berkonflik, sekitar daerah Siulak Mukai dengan Siulak Gedang yang merasakan dampak dari konflik tersebut.
Adapun batasan temporal yang di ambil adalah tahun 2006, pada tahun 2006 merupakan puncak konflik yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan masyarakat Siulak Gedang, melalui pertikaian antara tukang ojek. Sedangkan batas akhir adalah 2013, pada temporal waktu 2013 dampak Mental-psikilogi masyarakat masih trauma terhadap kejadian konflik 2006, masyarakat Siulak dan Siulak Gedang masih terjadi perselisihan meskipun tidak terjadi kekerasan fisik.
2.      Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulis dalam penelitian ini maka akan dirumuskan beberapa permasalahan antara lain :
a)      Bagaimana latar belakang terjadinya konflik antara Siulak Gedang dengan Siulak Mukai 2006-2013?
b)      Bagaimana penyelesaian konflik antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang?
c)      Bagaimana dampak sosial dan ekonomi dari konflik antar desa di daerah Siulak Mukai dan Siulak Gedang terhadap masyarakat sekitar 2006-2013?
C.    Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.      Tujuan Penelitian
a.       Untuk mengungkapkan latar belakang terjadinya konflik antara Siulak Gedang dengan Siulak Mukai 2006-2013.
b.      Untuk mengungkapkan penyelesaian konflik antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang.
c.       Untuk mengungkapkan dampak sosial dan ekonomi dari konflik antar desa di daerah Siulak terhadap masyarakat sekitar 2006-2013.
 2.   Manfaat Penelitian
             a. Manfaat Akademis
1.   Untuk memperkaya literatur sejarah yang berbicara tentang masalah konflik dan keadaan sosial masyarakat.
2.  Untuk penulis sendiri adalah untuk menambah wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang penulisan dalam penelitian dan juga agar penulis lebih menyadari bahwa sejarah tidak harus ditelan oleh waktu.
3.  Untuk bahan bacaan maupun sumber yang relevan bagi mahasiswa sejarah, maupun mahasiswa jurusan lain di STKIP PGRI Sumatera Barat.


b. Manfaat Praktis
a. Untuk masyarakat adalah sebagai bahan informasi dalam melihat bagaimana besar dampak dari suatu konflik terhadap kehidupan masyarakat.
b. Untuk sebagai pengetahuan masyarakat tentang konflik yang terjadi di daerah Siulak.
c. Untuk mendapatkan solusi dari masalah konflik yang terjadi antara masyarakat antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang.
D. Studi Relevan
Untuk mendukung penelitian yang dilakukan, maka diperlukan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang sehubungan dengan permasalahan yang akan diteliti, berikut penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang mendukung penelitian yang penulis lakukan.
Skripsi Sadli Kalfano tahun 2010 yang berjudul “Konflik Sosial Antara Warga Siulak Gedang Dengan Siulak Mukai, Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci” jurusan Antropologi fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas. Relevansi dengan penelitian yang akan diteliti penulis adalah tempat, tahun, dan peristiwa yang sama. Akan tetapi,  perbedaannya terdapat dalam dan fokus bahasan dari pembahasan penelitian sebelumnya yang lebih fokus dalam sudut pandang antropologi, sedangkan fokus bahasan peneliti dalam sudut pandang historis yang mendeskripsikan menurut kronologis kejadian.
Skripsi Helma Frida tahun (2012) yang berjudul “Konflik Supir PO. Mitra Kencana dengan Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kebupaten Pasaman 2003-2006”. Relevansi dari penelitian ini terletak dari konsep yang sama dalam latar belakang peristiwa konflik, berawal dari masalah perebutan pengguna jasa, sehingga membawa masalah ke lingkungan masyarakat yang menimbulkan konflik antar desa yang satu dengan desa yang lain. Mulanya, permasalahan ini ingin diselesaikan, akan tetapi wali nagari dari Air Bangis (pihak pengemudi becak) tidak hadir dalam penyelesaian permasalahan ini, sehingga situasi memanas yang akhirnya menimbulkan korban jiwa.
Penelitian mengenai konflik sosial juga telah pernah diteliti oleh Rani Afrinalita pada tahun 2010, dalam Skripsinya yang berjudul “Konflik Antara Nagari Saniang Baka dan Muaro Pingai di Kabupaten Solok 1975-2009”. Menjelaskan bahwa diantara dua nagari memperebutkan tanah perbatasan antara Nagari Saniang Baka dan Muaro Pingai. perbatasan sering menjadi masalah yang sangat sensitif, masalah yang ditimbulkan sering mengakibatkan konflik antar dua daerah yang mempermasalahkan daerah perbatasan, baik perebutan wilayah. Masalah perebutan wilayah di Muaro Pingai dan Saniang Baka mengakibatkan terjadinya pembakaran rumah.
Skripsi yang dibuat oleh Royis Damaira tahun 2007 dengan judul ”konflik antar kampong di kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya (1990-2005)” kesimpulannya bahwa konflik terjadi karena adanya kecemburuan masalah ekonomi dendam atas kematian raja Sungai Dareh. Kecemburuan dan dendam seringkali menimbulkan permasalahan yang  berujung konflik, begitu pula peristiwa konflik yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang yang diawali dengan kecemburuan dan dendam.
E.     Tinjauan Pustaka
Konflik merupakan masalah sosial yang dialami oleh setiap manusia yang bermasyarakat. Masalah konflik sudah dimulai dari nenek moyang kita yang hingga kini masih menjadi masalah sosial dikehidupan sehari-hari. konflik terjadi dikarenakan adanya perselisihan atau kesenjangan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok.
a.       Konflik
Konflik berasal dari kata kerja latin Configere yang berarti saling memukul. Secara psikologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok), salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Pengertian konflik   (conflict) tidak hanya dipahami dalam arti sempit yang berarti perkelahian, peperangan, atau perjuangan yang menggambarkan adanya bentuk konfrontasi fisik antar beberapa pihak saja. Konflik berarti berbagai bentuk pertentangan atau pertikaian.[7] Konflik merupakan proses sosial dimana masing-masing pihak yang berinteraksi berusaha untuk saling menghancurkan, menyingkir, mengalahkan karena berbagai alasan seperti rasa benci atau permusuhan.[8]
Ralf Dahrendrof mendefenisikan konflik sebagai pertentangan antara dua kelas yaitu kelas pemegang otoritas dengan kelas yang tidak punya otoritas. Kepentingan tidak hanya bersifat material tetapi juga bersifat non material berupa nilai-nilai. Dengan demikian konflik menjadi suatu pertentangan kepentingan nyata dan struktural karena dia diproduksi struktural sosial.[9]
Coser membedakan konflik itu kedalam dua jenis yaitu konflik realistik dan konflik non realistik. Konflik realistik berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan perkiraan kemungkinan keuntungan pada partisipan dan yang ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Konflik non realistik, konflik yang berasal dari tujuan saingan yang antagonis tetapi ada kebutuhan dan keinginan dari salah satu pihak untuk meredakan pertentangan.[10] Kajian konflik tidak pernah lepas dari kekerasan, kekerasan didefenisikan secara sederhana sebagai bentuk tindakan yang melukai, membunuh, merusak dan menghancurkan lingkungan.[11]
Menurut Muhammad Anwar (1996:105) bentuk-bentuk konflik sosial, antara lain :
1.      Konflik Pribadi, yaitu pertentangan yang terjadi secara perorangan seperti pertentangan dua orang teman, suami istri, pedagang dan pembeli.
2.      Konflik kelompok, yaitu pertentangan yang terjadi antara kelompok, seperti pertentangan dua kelompok pelajar yang berbeda sekolah, antara masyarakat dengan masyarakat lain.
3.      Konflik antar kelas sosial , yaitu pertentangan antara dua kelas sosial yang berbeda, seperti antara kelas orang kaya dengan kelas orang miskin, antara pemerintah dengan rakyat.
4.      Konflik rasial, yaitu pertentangan yang terjadi atas ras seperti ras kulit hitam dengan ras kulit putih.
5.      Konflik politik, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat karena perbedaan paham dan aliran politik yang dianut, seperti pertentangan antara masyarakat penjajah dengan yang dijajah, dan antar golongan politik.
6.      Konflik budaya, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat akibat perbedaan budaya, seperti pertentangan budaya barat dengan budaya timur, antara budaya tradisional dengan budaya modern.[12]
b.      Kekerasan
Konflik identik dengan kekerasan, kami mulai dengan kekerasan data tentang kekerasan kolektif, tindak kekerasan yang dilakukan oleh anggota sekelompok secara bersamaan, seperti dalam peran, kerusuhan, dan kepanikan. Dalam arti luas kekerasan dilakukan oleh segerombolan orang (mob) dan sekumpulan orang banyak (Crowd) dan dalam pengertian sempitnya dilakukan oleh gang.[13]
Menurut Thomas Santoso (2002: 9-42) empat jenis kekerasan :
1.      Kekerasan terbuka adalah kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian;
2.      Kekerasan tertutup adalah kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara lansung, seperti perilaku mengancam;
3.      Kekerasan agresif adalah kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk mendapatkan sesuatu, seperti penjambalan;
Kekerasan defensif adalah kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri. Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang timbul bila  ada: (a) golongan-golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling bergaul  lansung secara intensif untuk waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[14]
F.    Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, historiografi.[15] Heuristik (dari bahasa Yunani Heuriskein = menemukan), yang dalam hal ini termasuk mencari dan menemukan sumber-sumber atau data sejarah.[16] Tahap pertama ini mencari dan mengumpulkan data yang dianggap relevan dengan permasalahan dengan mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder. Sumber primer berupa wawancara dan arsip. Adapun orang-orang yang diwawancarai seperti, ketua pemuda, orang-orang yang ikut dalam konflik,  ketua-ketua dari pangkalan ojek yang berdiri dan menjabat pada waktu itu, para tokoh-tokoh adat dan kepala desa yang menjabat pada waktu itu, serta masyarakat sekitar yang ikut merasakan dampak dari konflik ini. Adapun sumber primer yang lainnya berupa arsip dari kejadian-kejadian yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang dan dokumen-dokumen dari konflik Siulak Gedang dengan Siulak Mukai yang didapatkan dari pihak kepolisian dan kantor camat, serta video dokumenter yang di ambil pada waktu kejadian. Sedangkan data sekunder yang digunakan merupakan berupa buku reverensi, serta skripsi dari hasil penelitian lainnya yang relevan dengan masalah penelitian, pengumpulan dilakukan melalui studi pustaka, Universitas Negeri Padang, Universitas Andalas, Pustaka daerah, dam Pustaka STKIP PGRI Padang.
Tahap kedua : merupakan kritik sumber merupakan menyeleksi sumber sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kritik sumber bersifat ekternal yaitu cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek “luar” dari sumber sejarah, sedangkan kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber : kesaksian (testimoni).[17] Setelah diadakan kritik eksternal dan internal, maka peneliti dapat memutuskan apakah kesaksian itu dapat diandalkan       (reliable) atau tidak.
Tahap Ketiga merupakan kegiatan interpretasi atau menafsirkan merupakan memilah-milah atau membedah sumber sejarah sehingga ditemukan butir-butir informasi yang sebenarnya atau sudah diuji lewat saringan kritik sumber dalam hal ini dilakukan pengelompokan sumber berdasarkan objek yang diteliti. Dalam memilah data dari informan tersebut di analisis berdasarkan konsep-konsep dan teori-teori yang ditemukan sebelumnya setelah melalui tahap analisis dilanjutkan dengan sintesis yakni merangkai atau menghubungkan informasi yang melibatkan interpretasi guna merekontruksi peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tahap terakhir adalah penulisan sejarah (historigrafi) dilakukan ketika semua data telah terkumpul, dituliskan dalam bentuk laporan yang utuh sesuai dengan kaidah-kaidah penelitian sejarah. Sehingga menciptakan suatu tulisan Ilmiah (Skripsi) yang diharapkan dapat menghasilkan suatu karya sejarah yang bisa dipertanggung jawabkan.















DAFTAR PUSTAKA
A.    Buku
  Elly M. Setiadi, Usman Kolip, (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Gottschalk, Louis, (1986). Mengerti Sejarah, (terj. Nogroho Notosusanto). Jakarta:UIP
Helius Sjamsuddin,  (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta:Ombak.
Koentjaraningrat,  (2009). Pengantar Ilmu Antropologi,Yogyakarta: Rineka Cipta
Margaret Poloma, (2000) Sosiologi kontenporer. Jakarta: raja Grafindo Persada.
Mestika Zed, (1999). Metodologi Sejarah. Padang.
Mohammad Anwar, (1996). Pengantar Sosiologi, Bandung: CV Amrico.
Novri Susan, (2009). Sosiologi Konflik dan Isu-isu konflik kontemporer. Jakarta : Kencana.
Qadri, (1985). Undang-Undang Adat yang Terpakai oleh Depati Tigo Lurah Siulak. Kerinci.
Ritzer, George dan Goodman, douglas J, (2004).  Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Soejono Soekanto, (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Thomas Santoso, (2002) Teori-Teori Kekerasan. Jakarta ; Ghalia Indonesia.

B.     Skripsi
Helma Frida, (2012). ”Konflik Sopir Po Mitra Kencana dengan Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kabupaten Pasaman 2003-2006”, Skripsi STKIP PGRI Padang.
Rani Afrianti, (2011). “Konflik Antara Nagari Saniang Baka dan Muaro Pingai di Kabupaten Solok 1975-2009”, Skripsi STKIP PGRI Padang.
Royis, Damaira, (2007). “Konflik Antar Kampong di Kecamatan Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya ( 1990-2005 )”, Skripsi STKIP PGRI Padang.
Sadli Kalfano, (2010). “ Konflik Sosial antara waga desa Siulak Gedang dengan Warga Siulak Mukai, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci”, Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas.

C.    Daftar Informan
1.      Nama               : Martinus
Umur               : 64 tahun
Pekerjaan         : Petani ( Tokoh Adat)
Alamat            : RT.IV Mukai Tengah Kecamatan Siulak Mukai
2.      Nama               : H. Darakudni, B.a
Umur               : 76 tahun
Pekerjaan         : Pensiunan PNS (Tokoh adat)
Alamat            : Koto Beringin Kecamatan Siulak


[1]  Adat triwulan adalah musyawarah yang dilakukan oleh para pemimpin tigo lurah tanah sekudung, untuk menjalin tali silaturahmi, dan bermusyawarah mengenai masalah yang terjadi dalam masyarakat Siulak.
  [2] Observasi awal dengan Darakudni  (76 tahun)  tokoh adat Siulak Mukai yang tinggal di Koto Beringin, pada hari Sabtu19 April 2014
[3] Tradisi Tanah Berudai yaitu perkelahian antara kampung yang dilaksanakan didaerah persawahan yang terletak belakang desa siulak mukai tersebut dan diselenggarakan setelah pelaksanaan panen padi.
[4] Observasi awal dengan Martinus (64 tahun) sebagai pelaku Tradisi Tanah Beludai dan sekarang tokoh adat Siulak Mukai pada kamus, 17 April 2014
  [5] In-Group adalah kelompok sosial di mana individu mengidentifikasi dirinya, sedangkan Out Group adalah kelompok sosial yang oleh individu  diartikan sebagai lawan groupnya.
[6] Brang itu adalah menunjukkan warga masyarakat dari desa seberang (out group) dan Brang ini menunjukkan warga masyarakat tempat dia tinggal (in group) dan yang menjadi batasan adalah Sungai Batang Merao.
[7] Soejono Soekanto. Sosiologo Suatu Pengantar. (Jakarta : Rajawali Press. 2003), hlm. 107
[8] Elly M. Setiadi, Usman Kolip, Pengantar Sosiologi (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2011), hlm. 183
[9] Ritzer, George dan Goodman, douglas J. Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Kencana. 2004), hlm. 153- 157
[10] Poloma, Margaret. Sosiologi Kontenporer. (Jakarta: raja Grafindo Persada. 2000), hlm. 110
[11] Novri Susan. Sosiologi Konflik dan Isu-isu konflik kontenporer. (Jakarta : Kencana. 2009), hlm. 114
[12] Mohammad Anwar. Pengantar Sosiologi, (Bandung: CV Amrico. 1996), hlm 105
[13]  Thomas Santoso. Teori-Teori Kekerasan. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), hlm. 9
[14]  Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Yogyakarta: Rineka Cipta. 2009), hlm.209
[15] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nogroho Notosusanto (Jakarta:UIP. 1986), hlm 34
[16]Mestika Zed, metodologi sejarah (padang, 1999), hlm.75
[17] Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: ombak. 2007), hlm 113.