BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kerinci merupakan salah
satu kabupaten di Provinsi Jambi, terletak di daerah perbatasan antara Provinsi
Jambi dengan Provinsi Sumatera Barat. Pengaruh letak geografis menimbulkan
terjadinya asimilasi dalam kehidupan sosial masyarakat Kerinci, yakni budaya
dari Sumatera Barat, budaya Jambi, dan budaya Kerinci sebagai budaya asli.
Siulak merupakan salah satu dari daerah Kabupaten Kerinci yang merasakan
asimilasi dari kebudayaan Sumatera Barat, Kebudayaan Jambi, dan kebudayaan asli
kerinci.
Menurut Soerjono
Soekanto (2009: 152) Kebudayaan dalam masyarakat menentukan struktur sosial
dalam lingkungan hidup masyarakat. Perwujudan dari kebudayaan sebagai model
atau pola bagi kelakuan, berupa aturan-aturan atau norma-norma, dalam kehidupan
sosial masyarakat melalui beraneka ragam corak pranata-pranata sosial.
Siulak terbagi dalam
tiga wilayah y
akni, wilayah Siulak Mukai, Siulak Gedang, Siulak Panjang. Struktural adat istiadat wilayah Siulak dipimpin oleh seorang Depati, wilayah Siulak Mukai, Siulak Gedang, dan Siulak Panjang berada dalam satu rumpun yang di kenal dengan Tigo Lurah Tanah Sekudung.
Menurut Qadri (1985:
36) Masing-masing Depati memiliki
gelar, yakni:
a)
Pertama
bergelar Depati Mangku Bumi Kulit Putih Sibo Dirajo di Siulak Panjang
(Sekretaris);
b)
Kedua
bergelar Depati Rajo Simpan Bumi di Siulak Gedang (Bendahara);
c)
Ketiga
bergelar Depati Intan di Siulak Mukai (Ketua).
Tigo
Lurah Tanah Sekudung
berada dalam satu adat yang merupakan pedoman dan pegangan hidup masyarakat
Siulak, yaitu Adat Bersendi Syarak,
Syarak yang Bersendi Kitabullah, Syarak
yang Mengato Adat yang Memakai, tersusun dalam suatu undang-undang adat
yang dipakai oleh Depati Tigo Lurah
Siulak.
Peranan adat sangatlah besar
dalam kehidupan bermasyarakat di daerah Tigo
Lurah Tanah Sekudung, adat sebagai pedoman, penengah dalam bermusyawarah
untuk menyelesaikan masalah-masalah masyarakat Siulak. untuk melestarikan adat
istiadat, pemuka-pemuka adat mengadakan musyawarah adat Triwulan[1]
(tiga bulan) satu kali.
Peranan adat mulai
memudar diakibatkan oleh: (1) Aparat penegak hukum pemerintahan yang mengambil
alih dalam menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, sehingga
sistem hukum adat kurang ditegakkan; (2) perubahan (modrenisasi), sehingga
pelestarian tentang adat sangat kurang, terutama dikalangan remaja; (3) Musyawarah
Triwulan tidak lagi dilaksanakan[2].
Kehidupan masyarakat
Siulak Mukai terdapat sebuah tradisi, yang dinamakan Tradisi Tanah Beludai.[3] Tradisi yang unik ini
merupakan salah satu bentuk akulturasi kepercayaan Hindu dengan kepercayaan
masyarakat setempat. Tradisi dilakukan setelah panen padi (padi yang umurnya
sampai satu tahun untuk panen), dengan adanya Tradisi Tanah Beludai diyakini akan membawa berkah terhadap hasil
panen padi yang melimpah untuk selanjutnya[4].
Tradisi
Tanah Beludai membentuk watak
dan karakter dari masyarakat Siulak Mukai, masyarakat Siulak Mukai merasa bahwa
ras Siulak Mukai merupakan ras yang unggul, merasa yang terbaik, terkuat,
terhebat, dan tidak ada tandingannya, sehingga membuat adanya In-Group dan Out-Group[5]
dalam kehidupan masyarakat Siulak
In-Group
dan Out Group yang terjadi antara
masyarakat Siulak Mukai dengan Desa Siulak Gedang yaitu Anak Brang Dengan Anak Brang Ini[6].
Kecendrungan untuk menganggap kelompoknya sebagai sesuatu yang terbaik apabila
dibandingkan dengan kelompok lain, sehingga sering menimbulkan ejekan, perkelahian
terhadap kelompok lain.
Setiap perkelahian
antara pemuda Siulak Mukai dengan Siulak Gedang maupun sebaliknya perkelahian
antara pemuda Siulak Gedang dengan Siulak Mukai, sangat sedikit penyelesaian
masalah perkelahian ini diselesaikan oleh aparat penegak hukum maupun secara
kekeluargaan sehingga menimbulkan dendam bagi pemuda-pemuda desa yang merasa
teraniaya.
Dendam yang membara
membuat konflik sangat mudah terjadi, meskipun dimulai melalui perantara
masalah-masalah yang kecil, yang bisa mengakibatkan konflik antar desa, seperti
yang terjadi di antara daerah Siulak Mukai dengan Siulak Gedang pada tahun 2006
yang bermula dari adanya pertikaian antara tukang ojek yang memperebutkan masalah
penumpang dan pangkalan ojek, Pertikaian itu seperti minyak untuk membakar
dendam yang sudah lama terpendam.
Konflik yang terjadi
antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang didasari oleh beberapa hal,
seperti (1) Peran adat istiadat yang sangat di hormati oleh masyarakat Siulak
sudah berkurang, berkurangnya peran adat membuat hukum adat tidak lagi disegani
di masyarakat karena sudah diganti dengan hukum
dari pemerintahan yang sudah ditetapkan; (2) Sebuah tradisi membawa
dampak perubah terhadap pemikiran masyarakat, perilaku masyarakat, dan watak
masyarakat, sehingga menimbulkan adanya pembentukan pengelompokkan dalam
masyarakat in-group dan out-group yang berdampak timbulnya perpecahan dalam
masyarakat Siulak.
Memang Konflik antara
Desa Siulak Gedang dan Siulak Mukai ini sudah pernah ditulis oleh Sadli Kalfano
mahasiswa FIS Universitas Andalas (jurusan Antropologi), tulisan ini dari tema
dapat dikatakan sama dengan penelitian yang hendak penulis lakukan.
Perbedaannya penelitian ini dengan yang akan penulis teliti yakni terletak pada
latar belakang yang berbeda, latar belakang yang dikemukakan oleh Sadli Kalfano
merupakan latar belakang peristiwa serta pembahasan tentang konflik secara
garis besar, dan fokus bahasannya terletak pada kajian antropologi
(adat-istiadat).
Berdasarkan latar
belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk membahas masalah tersebut kedalam
penelitian dengan judul “Konflik Masyarakat Siulak Mukai Dengan Siulak Gedang
Kecamatan Gunung Kerinci Provinsi Jambi Tahun 2006-2013”.
B.
Batasan
dan Rumusan Masalah
1.
Batasan
Masalah
Untuk batasan dari
penelitian dan penulisan maka penulis mengambil batasan dari dua sudut pandang
:
Batasan spatial dari
penelitian ini adalah seluruh wilayah Kecamatan Gunung Kerinci, yang terdiri
masyarakat di Siulak Mukai (Kecamatan Siulak mukai sekarang ini) yang terlibat
dalam konflik. Masyarakat Siulak Gedang dan sekitarnya yang berkonflik, sekitar
daerah Siulak Mukai dengan Siulak Gedang yang merasakan dampak dari konflik
tersebut.
Adapun batasan temporal
yang di ambil adalah tahun 2006, pada tahun 2006 merupakan puncak konflik yang
terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan masyarakat Siulak Gedang, melalui
pertikaian antara tukang ojek. Sedangkan batas akhir adalah 2013, pada temporal
waktu 2013 dampak Mental-psikilogi masyarakat masih trauma terhadap kejadian
konflik 2006, masyarakat Siulak dan Siulak Gedang masih terjadi perselisihan
meskipun tidak terjadi kekerasan fisik.
2. Rumusan
Masalah
Untuk memudahkan
penulis dalam penelitian ini maka akan dirumuskan beberapa permasalahan antara
lain :
a)
Bagaimana
latar belakang terjadinya konflik antara Siulak Gedang dengan Siulak Mukai
2006-2013?
b)
Bagaimana
penyelesaian konflik antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang?
c)
Bagaimana
dampak sosial dan ekonomi dari konflik antar desa di daerah Siulak Mukai dan
Siulak Gedang terhadap masyarakat sekitar 2006-2013?
C.
Tujuan
dan Manfaat Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
a.
Untuk
mengungkapkan latar belakang terjadinya konflik antara Siulak Gedang dengan
Siulak Mukai 2006-2013.
b.
Untuk
mengungkapkan penyelesaian konflik antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang.
c.
Untuk
mengungkapkan dampak sosial dan ekonomi dari konflik antar desa di daerah
Siulak terhadap masyarakat sekitar 2006-2013.
2. Manfaat
Penelitian
a. Manfaat Akademis
1. Untuk memperkaya
literatur sejarah yang berbicara tentang masalah konflik dan keadaan sosial
masyarakat.
2. Untuk penulis sendiri adalah untuk menambah
wawasan pengetahuan dan pemahaman tentang penulisan dalam penelitian dan juga
agar penulis lebih menyadari bahwa sejarah tidak harus ditelan oleh waktu.
3. Untuk bahan bacaan maupun sumber yang relevan
bagi mahasiswa sejarah, maupun mahasiswa jurusan lain di STKIP PGRI Sumatera
Barat.
b. Manfaat Praktis
a. Untuk masyarakat
adalah sebagai bahan informasi dalam melihat bagaimana besar dampak dari suatu konflik
terhadap kehidupan masyarakat.
b. Untuk sebagai pengetahuan masyarakat
tentang konflik yang terjadi di daerah Siulak.
c.
Untuk mendapatkan solusi dari masalah konflik yang terjadi antara masyarakat
antara Siulak Mukai dengan Siulak Gedang.
D. Studi
Relevan
Untuk mendukung penelitian yang dilakukan, maka
diperlukan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya yang sehubungan dengan
permasalahan yang akan diteliti, berikut penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang mendukung penelitian yang penulis lakukan.
Skripsi Sadli Kalfano tahun 2010 yang berjudul “Konflik Sosial Antara Warga Siulak Gedang
Dengan Siulak Mukai, Kecamatan Siulak Kabupaten Kerinci” jurusan Antropologi
fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas. Relevansi dengan penelitian yang akan
diteliti penulis adalah tempat, tahun, dan peristiwa yang sama. Akan tetapi, perbedaannya terdapat dalam dan fokus bahasan
dari pembahasan penelitian sebelumnya yang lebih fokus dalam sudut pandang
antropologi, sedangkan fokus bahasan peneliti dalam sudut pandang historis yang
mendeskripsikan menurut kronologis kejadian.
Skripsi Helma Frida tahun (2012) yang berjudul “Konflik Supir PO. Mitra Kencana dengan
Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kebupaten Pasaman 2003-2006”. Relevansi
dari penelitian ini terletak dari konsep yang sama dalam latar belakang
peristiwa konflik, berawal dari masalah perebutan pengguna jasa, sehingga
membawa masalah ke lingkungan masyarakat yang menimbulkan konflik antar desa
yang satu dengan desa yang lain. Mulanya, permasalahan ini ingin diselesaikan,
akan tetapi wali nagari dari Air Bangis (pihak pengemudi becak) tidak hadir
dalam penyelesaian permasalahan ini, sehingga situasi memanas yang akhirnya
menimbulkan korban jiwa.
Penelitian mengenai konflik sosial juga telah pernah
diteliti oleh Rani Afrinalita pada tahun 2010, dalam Skripsinya yang berjudul “Konflik Antara Nagari Saniang Baka dan Muaro
Pingai di Kabupaten Solok 1975-2009”. Menjelaskan bahwa diantara dua nagari
memperebutkan tanah perbatasan antara Nagari Saniang Baka dan Muaro Pingai.
perbatasan sering menjadi masalah yang sangat sensitif, masalah yang
ditimbulkan sering mengakibatkan konflik antar dua daerah yang mempermasalahkan
daerah perbatasan, baik perebutan wilayah. Masalah perebutan wilayah di Muaro
Pingai dan Saniang Baka mengakibatkan terjadinya pembakaran rumah.
Skripsi yang dibuat oleh Royis Damaira tahun 2007 dengan
judul ”konflik antar kampong di kecamatan
Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya (1990-2005)” kesimpulannya bahwa konflik
terjadi karena adanya kecemburuan masalah ekonomi dendam atas kematian raja
Sungai Dareh. Kecemburuan dan dendam seringkali menimbulkan permasalahan yang berujung konflik, begitu pula peristiwa
konflik yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak Gedang yang
diawali dengan kecemburuan dan dendam.
E.
Tinjauan
Pustaka
Konflik merupakan
masalah sosial yang dialami oleh setiap manusia yang bermasyarakat. Masalah
konflik sudah dimulai dari nenek moyang kita yang hingga kini masih menjadi
masalah sosial dikehidupan sehari-hari. konflik terjadi dikarenakan adanya
perselisihan atau kesenjangan antara individu dengan individu, individu dengan
kelompok, kelompok dengan kelompok.
a.
Konflik
Konflik berasal dari
kata kerja latin Configere yang
berarti saling memukul. Secara psikologis, konflik diartikan sebagai suatu
proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok), salah satu
pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya
tidak berdaya.
Pengertian konflik (conflict)
tidak hanya dipahami dalam arti sempit yang berarti perkelahian, peperangan,
atau perjuangan yang menggambarkan adanya bentuk konfrontasi fisik antar
beberapa pihak saja. Konflik berarti berbagai bentuk pertentangan atau
pertikaian.[7]
Konflik merupakan proses sosial dimana masing-masing pihak yang berinteraksi
berusaha untuk saling menghancurkan, menyingkir, mengalahkan karena berbagai
alasan seperti rasa benci atau permusuhan.[8]
Ralf Dahrendrof
mendefenisikan konflik sebagai pertentangan antara dua kelas yaitu kelas
pemegang otoritas dengan kelas yang tidak punya otoritas. Kepentingan tidak
hanya bersifat material tetapi juga bersifat non material berupa nilai-nilai.
Dengan demikian konflik menjadi suatu pertentangan kepentingan nyata dan struktural
karena dia diproduksi struktural sosial.[9]
Coser membedakan
konflik itu kedalam dua jenis yaitu konflik realistik dan konflik non
realistik. Konflik realistik berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan khusus
yang terjadi dalam hubungan dan perkiraan kemungkinan keuntungan pada
partisipan dan yang ditujukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Konflik
non realistik, konflik yang berasal dari tujuan saingan yang antagonis tetapi
ada kebutuhan dan keinginan dari salah satu pihak untuk meredakan pertentangan.[10] Kajian konflik tidak
pernah lepas dari kekerasan, kekerasan didefenisikan secara sederhana sebagai
bentuk tindakan yang melukai, membunuh, merusak dan menghancurkan lingkungan.[11]
Menurut Muhammad Anwar (1996:105) bentuk-bentuk
konflik sosial, antara lain :
1.
Konflik
Pribadi, yaitu pertentangan yang terjadi secara perorangan seperti pertentangan
dua orang teman, suami istri, pedagang dan pembeli.
2.
Konflik
kelompok, yaitu pertentangan yang terjadi antara kelompok, seperti pertentangan
dua kelompok pelajar yang berbeda sekolah, antara masyarakat dengan masyarakat
lain.
3.
Konflik
antar kelas sosial , yaitu pertentangan antara dua kelas sosial yang berbeda,
seperti antara kelas orang kaya dengan kelas orang miskin, antara pemerintah
dengan rakyat.
4.
Konflik
rasial, yaitu pertentangan yang terjadi atas ras seperti ras kulit hitam dengan
ras kulit putih.
5.
Konflik
politik, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat karena perbedaan
paham dan aliran politik yang dianut, seperti pertentangan antara masyarakat
penjajah dengan yang dijajah, dan antar golongan politik.
6.
Konflik
budaya, yaitu pertentangan yang terjadi dalam masyarakat akibat perbedaan
budaya, seperti pertentangan budaya barat dengan budaya timur, antara budaya
tradisional dengan budaya modern.[12]
b.
Kekerasan
Konflik identik dengan
kekerasan, kami mulai dengan kekerasan data tentang kekerasan kolektif, tindak
kekerasan yang dilakukan oleh anggota sekelompok secara bersamaan, seperti
dalam peran, kerusuhan, dan kepanikan. Dalam arti luas kekerasan dilakukan oleh
segerombolan orang (mob) dan
sekumpulan orang banyak (Crowd) dan
dalam pengertian sempitnya dilakukan oleh gang.[13]
Menurut Thomas Santoso
(2002: 9-42) empat jenis kekerasan :
1.
Kekerasan
terbuka adalah kekerasan yang dapat dilihat, seperti perkelahian;
2.
Kekerasan
tertutup adalah kekerasan tersembunyi atau tidak dilakukan secara lansung,
seperti perilaku mengancam;
3.
Kekerasan
agresif adalah kekerasan yang dilakukan tidak untuk perlindungan, tetapi untuk
mendapatkan sesuatu, seperti penjambalan;
Kekerasan defensif
adalah kekerasan yang dilakukan sebagai tindakan perlindungan diri. Asimilasi (assimilation) adalah proses sosial yang
timbul bila ada: (a) golongan-golongan
manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda, (b) saling
bergaul lansung secara intensif untuk
waktu yang lama, sehingga (c) kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi
masing berubah sifatnya yang khas, dan juga unsur-unsurnya masing-masing
berubah wujudnya menjadi unsur-unsur kebudayaan campuran.[14]
F.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi,
historiografi.[15]
Heuristik (dari bahasa Yunani Heuriskein
= menemukan), yang dalam hal ini termasuk mencari dan menemukan sumber-sumber
atau data sejarah.[16]
Tahap pertama ini mencari dan mengumpulkan data yang dianggap relevan dengan
permasalahan dengan mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder. Sumber
primer berupa wawancara dan arsip. Adapun orang-orang yang diwawancarai seperti,
ketua pemuda, orang-orang yang ikut dalam konflik, ketua-ketua dari pangkalan ojek yang berdiri
dan menjabat pada waktu itu, para tokoh-tokoh adat dan kepala desa yang
menjabat pada waktu itu, serta masyarakat sekitar yang ikut merasakan dampak
dari konflik ini. Adapun sumber primer yang lainnya berupa arsip dari
kejadian-kejadian yang terjadi antara masyarakat Siulak Mukai dengan Siulak
Gedang dan dokumen-dokumen dari konflik Siulak Gedang dengan Siulak Mukai yang
didapatkan dari pihak kepolisian dan kantor camat, serta video dokumenter yang
di ambil pada waktu kejadian. Sedangkan data sekunder yang digunakan merupakan
berupa buku reverensi, serta skripsi dari hasil penelitian lainnya yang relevan
dengan masalah penelitian, pengumpulan dilakukan melalui studi pustaka,
Universitas Negeri Padang, Universitas Andalas, Pustaka daerah, dam Pustaka
STKIP PGRI Padang.
Tahap kedua : merupakan kritik sumber merupakan
menyeleksi sumber sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kritik sumber bersifat
ekternal yaitu cara melakukan verifikasi atau pengujian terhadap aspek-aspek
“luar” dari sumber sejarah, sedangkan kritik internal sebagaimana yang
disarankan oleh istilahnya menekan aspek “dalam” yaitu isi dari sumber :
kesaksian (testimoni).[17]
Setelah diadakan kritik eksternal dan internal, maka peneliti dapat memutuskan
apakah kesaksian itu dapat diandalkan (reliable)
atau tidak.
Tahap Ketiga merupakan kegiatan interpretasi atau
menafsirkan merupakan memilah-milah atau membedah sumber sejarah sehingga
ditemukan butir-butir informasi yang sebenarnya atau sudah diuji lewat saringan
kritik sumber dalam hal ini dilakukan pengelompokan sumber berdasarkan objek
yang diteliti. Dalam memilah data dari informan tersebut di analisis
berdasarkan konsep-konsep dan teori-teori yang ditemukan sebelumnya setelah
melalui tahap analisis dilanjutkan dengan sintesis yakni merangkai atau
menghubungkan informasi yang melibatkan interpretasi guna merekontruksi
peristiwa-peristiwa yang terjadi.
Tahap terakhir adalah penulisan sejarah (historigrafi) dilakukan ketika semua
data telah terkumpul, dituliskan dalam bentuk laporan yang utuh sesuai dengan
kaidah-kaidah penelitian sejarah. Sehingga menciptakan suatu tulisan Ilmiah (Skripsi) yang diharapkan dapat
menghasilkan suatu karya sejarah yang bisa dipertanggung jawabkan.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku
Elly M. Setiadi, Usman Kolip, (2011). Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana Pranada Media Group.
Gottschalk, Louis, (1986). Mengerti Sejarah, (terj. Nogroho
Notosusanto). Jakarta:UIP
Helius Sjamsuddin, (2007). Metodologi
Sejarah. Yogyakarta:Ombak.
Koentjaraningrat, (2009). Pengantar
Ilmu Antropologi,Yogyakarta: Rineka Cipta
Margaret Poloma, (2000)
Sosiologi kontenporer. Jakarta: raja
Grafindo Persada.
Mestika Zed, (1999). Metodologi Sejarah. Padang.
Mohammad Anwar, (1996).
Pengantar Sosiologi, Bandung: CV
Amrico.
Novri Susan, (2009). Sosiologi Konflik dan Isu-isu konflik kontemporer.
Jakarta : Kencana.
Qadri, (1985). Undang-Undang Adat yang Terpakai oleh Depati Tigo Lurah Siulak.
Kerinci.
Ritzer, George dan Goodman, douglas
J, (2004). Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Soejono Soekanto, (2009). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Thomas Santoso, (2002) Teori-Teori Kekerasan. Jakarta ; Ghalia
Indonesia.
B.
Skripsi
Helma Frida, (2012). ”Konflik Sopir Po Mitra Kencana dengan
Pengemudi Becak Motor di Air Bangis Kabupaten Pasaman 2003-2006”, Skripsi
STKIP PGRI Padang.
Rani Afrianti, (2011). “Konflik Antara Nagari Saniang Baka dan
Muaro Pingai di Kabupaten Solok 1975-2009”, Skripsi STKIP PGRI Padang.
Royis, Damaira,
(2007). “Konflik Antar Kampong di Kecamatan
Pulau Punjung Kabupaten Dhamasraya ( 1990-2005 )”, Skripsi STKIP PGRI
Padang.
Sadli Kalfano, (2010).
“ Konflik Sosial antara waga desa Siulak
Gedang dengan Warga Siulak Mukai, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci”,
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Andalas.
C. Daftar Informan
1. Nama
: Martinus
Umur :
64 tahun
Pekerjaan : Petani ( Tokoh Adat)
Alamat :
RT.IV Mukai Tengah Kecamatan Siulak Mukai
2. Nama
: H. Darakudni, B.a
Umur : 76 tahun
Pekerjaan : Pensiunan PNS (Tokoh adat)
Alamat : Koto Beringin Kecamatan Siulak
[1] Adat
triwulan adalah musyawarah yang dilakukan oleh para pemimpin tigo lurah
tanah sekudung, untuk menjalin tali silaturahmi, dan bermusyawarah mengenai
masalah yang terjadi dalam masyarakat Siulak.
[3] Tradisi Tanah Berudai yaitu perkelahian antara kampung yang
dilaksanakan didaerah persawahan yang terletak belakang desa siulak mukai
tersebut dan diselenggarakan setelah pelaksanaan panen padi.
[4] Observasi
awal dengan Martinus (64 tahun) sebagai pelaku Tradisi Tanah Beludai dan
sekarang tokoh adat Siulak Mukai pada kamus, 17 April 2014
[6] Brang itu adalah menunjukkan warga masyarakat dari desa seberang
(out group) dan Brang ini menunjukkan
warga masyarakat tempat dia tinggal (in group) dan yang menjadi batasan adalah
Sungai Batang Merao.
[7] Soejono Soekanto. Sosiologo Suatu Pengantar. (Jakarta :
Rajawali Press. 2003), hlm. 107
[8] Elly M. Setiadi,
Usman Kolip, Pengantar Sosiologi
(Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2011), hlm. 183
[9] Ritzer, George dan
Goodman, douglas J. Teori Sosiologi
Modern. (Jakarta: Kencana. 2004), hlm. 153- 157
[10] Poloma, Margaret. Sosiologi Kontenporer. (Jakarta: raja
Grafindo Persada. 2000), hlm. 110
[11] Novri Susan. Sosiologi Konflik dan Isu-isu konflik
kontenporer. (Jakarta : Kencana. 2009), hlm. 114
[12] Mohammad Anwar. Pengantar Sosiologi, (Bandung: CV
Amrico. 1996), hlm 105
[13] Thomas Santoso. Teori-Teori Kekerasan. (Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002), hlm. 9
[14] Koentjaningrat, Pengantar Ilmu Antropologi (Yogyakarta: Rineka Cipta. 2009),
hlm.209
[15] Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. Nogroho
Notosusanto (Jakarta:UIP. 1986), hlm 34
[16]Mestika Zed, metodologi sejarah (padang, 1999),
hlm.75
[17] Helius Sjamsuddin. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: ombak.
2007), hlm 113.